Senin, 19 Juni 2017

Diam, Kecewa

Photo by Roman Drits / http://barnimages.com/

Teruntuk mereka yang suka menyembunyikan perasaannya dari seseorang yang dicintainya. Tenanglah dan persiapkan hatimu untuk merasakan luka yang akan kau rasakan.
Cinta dalam diam itu sangat beresiko. Satu sisi, itu memang baik untuk di jalani. Bisa lihat dari contoh kisah Sayyidina Ali dan Fatimah putri Rasulullah. Meski belum jelas kebenaran cerita itu. Tapi, cerita itu benar-benar bagus untuk dibaca mereka yang tidak bisa mengungkapkan rasa.
Mereka hanya bermain dalam doa yang perlahan Allah menaruh cinta diantara keduanya. Sehingga pria yang ingin melamar Fatimah, dengan gampang ia tolak begitu saja. Padahal, lelaki yang melamarnya bukan lelaki biasa-biasa saja. Lantas, mengapa Fatimah mau dan memilih Sayyidina Ali yang hidup dalam kesederhanaan.
Begitulah cara Allah bekerja.
Aku tidak berkata bahwa itu tidak mungkin terjadi dalam kehidupan modern saat ini. Itu bisa saja dan sangat mungkin untuk terjadi. Tapi, apakah mungkin akan terjadi pada mereka yang hatinya masih mencintai dunia, masih sangat mencintai ciptaanNya daripada sang Pencipta. Aku rasa, itulah yang membuat kejadian seperti itu mustahil terjadi.
Jadi menurutku, jika keimanan belum berada pada level lebih mengutamakan Allah dari apapun, kejadian-kejadian dua hati bersatu dengan cinta dalam diam, tidak mungkin terjadi. Yang ada, kau hanya akan merasakan kecewa yang teramat sangat. Sebab, dia yng kau cinta ternyata telah dilamar dan dipersunting oleh lelaki yang lebih siap dan segera mengungkapkan keinginannya untuk menduduki kursi pelaminan. Membangun bahtera rumah tangga bersama dengan masalah-masalah yang akan menghampiri di kemudian hari.
Jangan terlalu berfokus pada cerita yang sangat indah dan kau ingin rasanya kisah itu terjadi dalam kehidupanmu. Jelas sulit jika kau tidak sekuat, setegar dan memiliki keimanan yang kuat seperti karakter dalam cerita.
Entah apa yang aku tulis malam ini.
Aku sendiri sebetulnya tidak tau.
Aku hanya ingin bercerita, mempostingnya ke blog dan hati tenang karena itu. Gatel banget pengen nulis tapi bingung mau nulis apa.
Jadi, inilah jadinya.
by : http://dayatpiliang.id

Senin, 05 Juni 2017

Selamat Malam


Selamat malam.
Aku menuliskan ini pada malam hari di sudut kedai kopi di tengah kota siantar yang indah jika malam tiba. Saat aku menuliskan ini, di hadapanku ada tiga pasang manusia yang sedang bercanda dan membahas apa saja yang bisa mereka bahas. Begitu luar biasa.
Mereka sepertinya bahagia.
Entahlah.
Aku berharap, ketiga pasang manusia yang aku lihat, selalu berbahagia dengan hubungannya dan dilancarkan hingga menua bersama atau bertahan saat ajal menjemput.
Aku tidak iri. Doa di atas bukan suatu bentuk hasil dari iri hati melihat pemandangan yang mungkin sangat dibenci mereka yang sedang sendiri. Aku tidak begitu. Aku tidak ingin begitu dan aku tidak akan jadi begitu.
Untuk apa? untuk apa kita iri dengan kehidupan manusia lainnya?
Bukankah kita tidak melihat kehidupan mereka sebelum atau setelah ini? Siapa tau hidup mereka tidak begitu sebahagia mereka yang sendiri. Jadi, berhentilah menggunakan sudut pandang diri sendiri ketika melihat begitu enak hidup yang orang lain jalani.
Setiap manusia punya masalah. Kita semua tau itu dan percaya itu. Tapi kenapa kita selalu membanding-bandingkan kehidupan kita dengan kehidupan orang yang lebih baik menurut kita?
Ah. Tidak ada habisnya memang membahas topik keluhan tentang kehidupan. Memang begitu sifat manusia yang diselimuti oleh keburukan. Bukan berarti aku tidak masuk ke dalam golongan manusia yang suka mengeluh. Terkadang juga aku masuk ke dalam golongan itu, terkadang juga tidak. Tergantung bagaimana kondisinya saja. 
Terkadang, saat otak dan hati lagi benar. Aku lebih banyak bersyukur daripada mengeluh. Begitu juga sebaliknya.
Di malam hari yang sepi bagi hatiku ini, aku ingin berpesan kepada diriku yang ada di masa depan. Kelak, saat kau sudah menikmati hasil dari rintisan karirmu yang susah kau menuju dan meraihnya. Jangan pernah menjadi sombong. Berjanjilah untuk selalu membantu siapa saja yang dalam kondisi kesulitan. Agar mereka tidak menggerutu tentang kehidupannya. Bantulah mereka tidak hanya sekedar dengan memberi, melainkan dengan ilmu perkembangan diri.
Wahai diriku di masa depan. Jadilah pribadi yang lebih bijak dari diriku di masa lalu.
Aku sangat berharap padamu.
Aku sudah melihat bagaimana kondisi hidupmu ke depannya.
Dan aku berharap, itu memang kondisi hidupmu di masa depan. Dengan kehidupan yang sesuai dengan harapanmu di masa yang sedang aku jalani.
Lagi-lagi, selamat malam.
http://dayatpiliang.id