Minggu, 14 Mei 2017

Lilin Kedamaian


Belakangan ini aku perhatikan, kedua kubu saling ribut dan saling benci. Aku tidak mengerti betul permasalahan apa sebenarnya yang sedang mereka alami. Kenapa bisa mereka bertengkar karena orang lain? Kenapa mereka bisa saling membenci dan menyudutkan seseorang yang berbeda memilih seseorang untuk berikan dukungan?

Meski aku memihak salah satu dari pasangan calon yang ada. Tapi aku tidak fanatik buta dalam memberikan dukungan. Fanatik buta itu, kita sudah tidak bisa lagi melihat mana yang benar dan mana yang salah. Sama seperti cinta yang sedang membara dalam hati. Dunia serasa damai ketika ada si dia. Dan keburukan apapun yang ada dalam dirinya, itu bukan satu keburukan yang harus dibesarkan. Itu hanya masalah kecil yang bisa dimaklumi. Begitulah sejatinya orang yang baru saja jatuh cinta dan cintanya masih membara dalam dadanya
Mungkin kalian sebagai netizen, sudah letih mendengar keributan ini. Sudah letih melihat dua kubu saling mematahkan apa yang mereka ucapkan tentang dukungan yang mereka berikan. Jadi aku tak begitu membahas masalah ini secara mendalam. Karena aku tak memiliki data yang tepat atau valid. Karena, aku bukan penulis jurnal. Aku hanya menulis catatan dalam kehidupanku. Menuliskan apa yang ada dalam pikiranku. Dan menuliskan apa yang sedang hatiku rasakan.
Jujur, aku berpihak pada ulama. 
Tapi, bukan berarti aku akan mendukung dengan penuh dukungan yang diberikan ulama pada satu pasangan calon yang ada. Aku hanya setuju dan menjalankan apa yang diperintahkan. Sudah, itu sudah lebih dari cukup sikap yang akan aku berikan untuk mengindari keributan yang akan terjadi. Kenapa? Karena, mengampanyekan itu bukan kapasitasku. Bila aku salah dalam bicara dan malah menimbulkan keributan dan kegaduhan yang luar biasa, jelas itu adalah hal buruk dan harusnya tidak dilakukan. Jadi, aku hanya membiarkan mereka yang betul-betul paham, untuk menyuarakan hal tersebut.
Bukankah belakangan ini, semenjak pemilihan presiden lalu, bangsa kita tidak berhenti ribut dan menjadi bangsa yang paranoid? Ini hanya dari pengamatanku yang tidak berdasarkan data yang valid. 
Belakangan ini, semenjak vonis untuk Basuki Tjahja Purnama diberikan oleh hakim. Muncul kembali aksi-aksi yang sebelumnya sempat terjadi tapi pada kubu yang berbeda. Mereka juga menyebutnya sebagai aksi damai. Aksi ini diselenggarakan untuk menyuarakan ketidakadilan atas vonis hakim untuk Basuki Tjahja Purnama. Entahlah, aku tidak bisa juga menentukan sikap setuju atau tidaknya dengan vonis itu. Karena aku bukan anak hukum dan kapasitasku belum sampai untuk setuju dengan vonis itu atau menolak vonis itu.
Aksi yang dilakukan oleh pendukung Basuki Tjahja Purnama ialah dengan menyalakan lilin sepanjang aksi. Asal damai, tidak masalah. Tidak perlu kita cela atau kita nyinyiri aksi-aksi yang mereka lakukan jika tidak sepaham dengan mereka. Sama seperti dengan aksi yang dilakukan oleh kubu berlawanan. Kita tidak perlu nyinyir dengan itu. Namanya negeri demokrasi, biarkan orang menyuarakan sesuatu yang menurut dia ada yang salah di negeri ini. Biarlah.
Toh, kenapa kita mesti meributkan aksi mereka yang menggunakan lilin? Bukankah itu juga menguntungkan para pedagang lilin? Dan ini salah satu menggerakkan roda perekonomian negeri. Seperti halnya beberapa waktu lalu ketika Basuki Tjahja Purnama kalah dalam pemilihan Gubernur DKI Jakarta. Basuki dikirimkan begitu banyak karangan bunga. Beberapa karangan bunga dirusak dan dibakar. Kemudian datang lagi karangan bunga dengan bonus balon yang menyertai tiap karangan bunga itu. Bagus menurutku. Tidak usah dinyinyiri. Karena itu salah satu upaya untuk menggerakkan roda perekonomian negeri. Pedagang bunga untung, pedagang karangan bunga untung, pedagang balon untung dan pedagang lilin untung. Ada banyak yang beruntung karena aksi.
Jadi, daripada berfokus pada hal yang akan menibulkan kebencian. Cobalah berfokus pada apa yang akan membuat kita memaklumi. Hidup dalam kedamaian tanpa ada gesekan bukankah lebih baik?
Aku hanya berharap, negeri kita kembali damai dan tidak terkotak-kotakan seperti saat ini. Mari kita menyebut satu kata untuk bangsa kita, Indonesia! Jangan ada sebutan pribumi dan non-pribumi. Sebut satu saja, Indonesia!
Ini adalah tulisan bodoh. Jangan terlalu dibawa serius.
By http://dayatpiliang.id