Rabu, 12 Juli 2017

Cinta beda Agama

Hasil gambar untuk cinta beda agama



Saat cinta merasuk ke jiwa, itu jelas ANUGRAH. Anugrah dari siapa? Anugrah dari YANG KUASA.
Lalu bagaimana jika ada yang saling cinta namun BEDA AGAMA? ..itu TETAP anugrah dari YANG KUASA.
Jika TUHAN mempertemukan, mengapa agama memisahkan? ..lebih spesifiknya, jika TUHAN mempertemukan, mengapa MANUSIA (dengan menggunakan agama) TEGA, RELA dan BANGGA untuk memisahkan?
Maafkan pandangan saya, namun jika saling cinta, JALANKAN walaupun BEDA AGAMA.
Kenapa?
..karena CINTA adalah ANUGRAH. CINTA tidak mengenal PERBEDAAN, karena sifatnya MENYATUKAN, bukan MEMISAHKAN. Yang sifatnya memisahkan adalah KEBENCIAN, PEPERANGAN dan EGO untuk mempertahankan KEYAKINAN.
Seseorang bisa saja ber-argumen bahwa: CINTA yang timbul kepada orang yang beda agama sebenarnya adalah UJIAN dari TUHAN untuk melihat apakah seseorang tersebut lebih memilih NAFSU atau ketaatan akan agamanya.
Namun jika seseorang tersebut TELITI, maka ia akan temukan bahwa CINTA bukanlah NAFSU. Jika memang TUHAN menguji, IA pasti menguji NAFSU, bukan CINTA.
CINTA: “PERASAAN yang kuat untuk MEMBERI, MENGASIHI dan MENYAYANGI”.
NAFSU: “KEINGINAN yang kuat untuk MENGUASAI, MENGAMBIL dan MEMUASKAN DIRI”.
NAFSU MAKAN berbeda dengan CINTA MAKAN. Seseorang yang NAFSU untuk makan memiliki tujuan untuk MEMUASKAN DIRI, sedangkan seseorang yang CINTA makan memiliki tujuan untuk merasakan INDAH nya makan.
Bagaimana mungkin CINTA yang penuh keindahan, kelembutan dan kasih sayang dapat disebut NAFSU?
CINTA adalah ANUGRAH dari YANG KUASA, bukan ujian.
Lalu seseorang juga bisa ber-argumen bahwa: CINTA yang timbul kepada orang yang beda agama sebenarnya adalah ujian dari TUHAN untuk melihat apakah seseorang tersebut lebih memilih TUHAN nya, atau manusia?
Jika teliti, seseorang tersebut akan menemui bahwa TUHAN terlalu besar untuk CEMBURU kepada seorang manusia. IA tidak layak untuk mencemburui seorang manusia. Hanya orang yang AROGAN yang berani berkata bahwa TUHAN cemburu kepada seorang manusia.
Lalu seseorang juga bisa ber-argumen bahwa: Saat seseorang CINTA kepada orang yang beda agama, maka orang tersebut akan MASUK NERAKA.
Jika teliti, seseorang tersebut akan sadar bahwa: hanya TUHAN yang ber-hak menentukan seseorang masuk surga atau neraka. Manusia TIDAK LAYAK untuk menentukan siapa yang masuk surga atau neraka. Jika memang TUHAN tidak mengizinkan dua orang yang berbeda agama untuk saling cinta, IA tentu tidak akan memberikan rasa itu sejak awal.
..dan jika KAMU adalah orang yang bingung akan apa yang harus kamu lakukan saat menghadapi cinta beda agama, maka JALANI SAJA, jangan takut, jangan BANYAK BERFIKIR. NIKMATI rasa itu, NIKMATI anugrah itu.
Lalu bagaimana dengan jenjang pernikahan nanti? ..bukankah sulit untuk menikah jika beda agama? ..bukankah nanti konflik dengan masing-masing keluarga? ..kalau punya anak nanti dia kasihan bingung milih agama!
TENANG, JANGAN TAKUT!
Jika memang CINTA, kalian akan TEMUKAN JALAN. Jika memang JODOH, semua masalah BISA DISELESAIKAN.
Mungkin TUHAN mempertemukan kalian yang berbeda agar kalian bisa belajar untuk saling menghargai.
Mungkin TUHAN mempertemukan kalian yang berbeda agar kalian bisa jadi inspirasi.
Mungkin TUHAN mempertemukan kalian yang berbeda hanya untuk sementara agar kalian bisa belajar dari pengalaman.
Apapun itu, CINTA adalah ANUGRAH.
HARGAI, JALANI, NIKMATI.
-RF- (http://ronaldtalks.com)

Senin, 19 Juni 2017

Diam, Kecewa

Photo by Roman Drits / http://barnimages.com/

Teruntuk mereka yang suka menyembunyikan perasaannya dari seseorang yang dicintainya. Tenanglah dan persiapkan hatimu untuk merasakan luka yang akan kau rasakan.
Cinta dalam diam itu sangat beresiko. Satu sisi, itu memang baik untuk di jalani. Bisa lihat dari contoh kisah Sayyidina Ali dan Fatimah putri Rasulullah. Meski belum jelas kebenaran cerita itu. Tapi, cerita itu benar-benar bagus untuk dibaca mereka yang tidak bisa mengungkapkan rasa.
Mereka hanya bermain dalam doa yang perlahan Allah menaruh cinta diantara keduanya. Sehingga pria yang ingin melamar Fatimah, dengan gampang ia tolak begitu saja. Padahal, lelaki yang melamarnya bukan lelaki biasa-biasa saja. Lantas, mengapa Fatimah mau dan memilih Sayyidina Ali yang hidup dalam kesederhanaan.
Begitulah cara Allah bekerja.
Aku tidak berkata bahwa itu tidak mungkin terjadi dalam kehidupan modern saat ini. Itu bisa saja dan sangat mungkin untuk terjadi. Tapi, apakah mungkin akan terjadi pada mereka yang hatinya masih mencintai dunia, masih sangat mencintai ciptaanNya daripada sang Pencipta. Aku rasa, itulah yang membuat kejadian seperti itu mustahil terjadi.
Jadi menurutku, jika keimanan belum berada pada level lebih mengutamakan Allah dari apapun, kejadian-kejadian dua hati bersatu dengan cinta dalam diam, tidak mungkin terjadi. Yang ada, kau hanya akan merasakan kecewa yang teramat sangat. Sebab, dia yng kau cinta ternyata telah dilamar dan dipersunting oleh lelaki yang lebih siap dan segera mengungkapkan keinginannya untuk menduduki kursi pelaminan. Membangun bahtera rumah tangga bersama dengan masalah-masalah yang akan menghampiri di kemudian hari.
Jangan terlalu berfokus pada cerita yang sangat indah dan kau ingin rasanya kisah itu terjadi dalam kehidupanmu. Jelas sulit jika kau tidak sekuat, setegar dan memiliki keimanan yang kuat seperti karakter dalam cerita.
Entah apa yang aku tulis malam ini.
Aku sendiri sebetulnya tidak tau.
Aku hanya ingin bercerita, mempostingnya ke blog dan hati tenang karena itu. Gatel banget pengen nulis tapi bingung mau nulis apa.
Jadi, inilah jadinya.
by : http://dayatpiliang.id

Senin, 05 Juni 2017

Selamat Malam


Selamat malam.
Aku menuliskan ini pada malam hari di sudut kedai kopi di tengah kota siantar yang indah jika malam tiba. Saat aku menuliskan ini, di hadapanku ada tiga pasang manusia yang sedang bercanda dan membahas apa saja yang bisa mereka bahas. Begitu luar biasa.
Mereka sepertinya bahagia.
Entahlah.
Aku berharap, ketiga pasang manusia yang aku lihat, selalu berbahagia dengan hubungannya dan dilancarkan hingga menua bersama atau bertahan saat ajal menjemput.
Aku tidak iri. Doa di atas bukan suatu bentuk hasil dari iri hati melihat pemandangan yang mungkin sangat dibenci mereka yang sedang sendiri. Aku tidak begitu. Aku tidak ingin begitu dan aku tidak akan jadi begitu.
Untuk apa? untuk apa kita iri dengan kehidupan manusia lainnya?
Bukankah kita tidak melihat kehidupan mereka sebelum atau setelah ini? Siapa tau hidup mereka tidak begitu sebahagia mereka yang sendiri. Jadi, berhentilah menggunakan sudut pandang diri sendiri ketika melihat begitu enak hidup yang orang lain jalani.
Setiap manusia punya masalah. Kita semua tau itu dan percaya itu. Tapi kenapa kita selalu membanding-bandingkan kehidupan kita dengan kehidupan orang yang lebih baik menurut kita?
Ah. Tidak ada habisnya memang membahas topik keluhan tentang kehidupan. Memang begitu sifat manusia yang diselimuti oleh keburukan. Bukan berarti aku tidak masuk ke dalam golongan manusia yang suka mengeluh. Terkadang juga aku masuk ke dalam golongan itu, terkadang juga tidak. Tergantung bagaimana kondisinya saja. 
Terkadang, saat otak dan hati lagi benar. Aku lebih banyak bersyukur daripada mengeluh. Begitu juga sebaliknya.
Di malam hari yang sepi bagi hatiku ini, aku ingin berpesan kepada diriku yang ada di masa depan. Kelak, saat kau sudah menikmati hasil dari rintisan karirmu yang susah kau menuju dan meraihnya. Jangan pernah menjadi sombong. Berjanjilah untuk selalu membantu siapa saja yang dalam kondisi kesulitan. Agar mereka tidak menggerutu tentang kehidupannya. Bantulah mereka tidak hanya sekedar dengan memberi, melainkan dengan ilmu perkembangan diri.
Wahai diriku di masa depan. Jadilah pribadi yang lebih bijak dari diriku di masa lalu.
Aku sangat berharap padamu.
Aku sudah melihat bagaimana kondisi hidupmu ke depannya.
Dan aku berharap, itu memang kondisi hidupmu di masa depan. Dengan kehidupan yang sesuai dengan harapanmu di masa yang sedang aku jalani.
Lagi-lagi, selamat malam.
http://dayatpiliang.id

Minggu, 14 Mei 2017

Lilin Kedamaian


Belakangan ini aku perhatikan, kedua kubu saling ribut dan saling benci. Aku tidak mengerti betul permasalahan apa sebenarnya yang sedang mereka alami. Kenapa bisa mereka bertengkar karena orang lain? Kenapa mereka bisa saling membenci dan menyudutkan seseorang yang berbeda memilih seseorang untuk berikan dukungan?

Meski aku memihak salah satu dari pasangan calon yang ada. Tapi aku tidak fanatik buta dalam memberikan dukungan. Fanatik buta itu, kita sudah tidak bisa lagi melihat mana yang benar dan mana yang salah. Sama seperti cinta yang sedang membara dalam hati. Dunia serasa damai ketika ada si dia. Dan keburukan apapun yang ada dalam dirinya, itu bukan satu keburukan yang harus dibesarkan. Itu hanya masalah kecil yang bisa dimaklumi. Begitulah sejatinya orang yang baru saja jatuh cinta dan cintanya masih membara dalam dadanya
Mungkin kalian sebagai netizen, sudah letih mendengar keributan ini. Sudah letih melihat dua kubu saling mematahkan apa yang mereka ucapkan tentang dukungan yang mereka berikan. Jadi aku tak begitu membahas masalah ini secara mendalam. Karena aku tak memiliki data yang tepat atau valid. Karena, aku bukan penulis jurnal. Aku hanya menulis catatan dalam kehidupanku. Menuliskan apa yang ada dalam pikiranku. Dan menuliskan apa yang sedang hatiku rasakan.
Jujur, aku berpihak pada ulama. 
Tapi, bukan berarti aku akan mendukung dengan penuh dukungan yang diberikan ulama pada satu pasangan calon yang ada. Aku hanya setuju dan menjalankan apa yang diperintahkan. Sudah, itu sudah lebih dari cukup sikap yang akan aku berikan untuk mengindari keributan yang akan terjadi. Kenapa? Karena, mengampanyekan itu bukan kapasitasku. Bila aku salah dalam bicara dan malah menimbulkan keributan dan kegaduhan yang luar biasa, jelas itu adalah hal buruk dan harusnya tidak dilakukan. Jadi, aku hanya membiarkan mereka yang betul-betul paham, untuk menyuarakan hal tersebut.
Bukankah belakangan ini, semenjak pemilihan presiden lalu, bangsa kita tidak berhenti ribut dan menjadi bangsa yang paranoid? Ini hanya dari pengamatanku yang tidak berdasarkan data yang valid. 
Belakangan ini, semenjak vonis untuk Basuki Tjahja Purnama diberikan oleh hakim. Muncul kembali aksi-aksi yang sebelumnya sempat terjadi tapi pada kubu yang berbeda. Mereka juga menyebutnya sebagai aksi damai. Aksi ini diselenggarakan untuk menyuarakan ketidakadilan atas vonis hakim untuk Basuki Tjahja Purnama. Entahlah, aku tidak bisa juga menentukan sikap setuju atau tidaknya dengan vonis itu. Karena aku bukan anak hukum dan kapasitasku belum sampai untuk setuju dengan vonis itu atau menolak vonis itu.
Aksi yang dilakukan oleh pendukung Basuki Tjahja Purnama ialah dengan menyalakan lilin sepanjang aksi. Asal damai, tidak masalah. Tidak perlu kita cela atau kita nyinyiri aksi-aksi yang mereka lakukan jika tidak sepaham dengan mereka. Sama seperti dengan aksi yang dilakukan oleh kubu berlawanan. Kita tidak perlu nyinyir dengan itu. Namanya negeri demokrasi, biarkan orang menyuarakan sesuatu yang menurut dia ada yang salah di negeri ini. Biarlah.
Toh, kenapa kita mesti meributkan aksi mereka yang menggunakan lilin? Bukankah itu juga menguntungkan para pedagang lilin? Dan ini salah satu menggerakkan roda perekonomian negeri. Seperti halnya beberapa waktu lalu ketika Basuki Tjahja Purnama kalah dalam pemilihan Gubernur DKI Jakarta. Basuki dikirimkan begitu banyak karangan bunga. Beberapa karangan bunga dirusak dan dibakar. Kemudian datang lagi karangan bunga dengan bonus balon yang menyertai tiap karangan bunga itu. Bagus menurutku. Tidak usah dinyinyiri. Karena itu salah satu upaya untuk menggerakkan roda perekonomian negeri. Pedagang bunga untung, pedagang karangan bunga untung, pedagang balon untung dan pedagang lilin untung. Ada banyak yang beruntung karena aksi.
Jadi, daripada berfokus pada hal yang akan menibulkan kebencian. Cobalah berfokus pada apa yang akan membuat kita memaklumi. Hidup dalam kedamaian tanpa ada gesekan bukankah lebih baik?
Aku hanya berharap, negeri kita kembali damai dan tidak terkotak-kotakan seperti saat ini. Mari kita menyebut satu kata untuk bangsa kita, Indonesia! Jangan ada sebutan pribumi dan non-pribumi. Sebut satu saja, Indonesia!
Ini adalah tulisan bodoh. Jangan terlalu dibawa serius.
By http://dayatpiliang.id

Minggu, 01 Januari 2017

Malam (Tahun) Baru

Momen pergantian tahun kemarin adalah momen dimana saya merasa menjadi makhluk paling menyedihkan di antara makhluk lain yang kala itu ‘menggeliat’ dalam hingar-bingar perayaan. Jujur ini bukanlah suatu malam pergantian tahun yang saya idam-idamkan karena nyatanya saya justru sendirian saat orang-orang membagi kebahagiaan di antara riuh terompet dan teriakan hitungan mundur penyambutan tahun yang baru.
Inilah saya. Bertugas dengan setia meliput acara perayaan tahun baru di salah satu club kenamaan di kota tercinta. Kali ini sendirian karena (sialnya) orang-orang yang biasa setia menemani memiliki perayaan sendiri-sendiri. Jadilah malam itu saya melenggang dengan pasrah meliput acara yang (sepertinya) biasa saja. Mengumpulkan mood ternyata tidak semudah mengatakannya. Bahkan kemeja pink yang saya kenakan yang warnanya dinilai bisa membangkitkan gairah malam itu tidak mampu berbuat banyak untuk membuat saya bahagia. Saya memasuki club dengan langkah putus-putus pas seperti janda kehilangan suami dalam perang. Disambut seorang teman yang memang bekerja di club tersebut saya dituntun ke lantai dua club, berkenalan dengan seorang perempuan yang belakangan saya tahu bernama Muna. Dari lantai dua saya mengitari pandangan ke sekeliling. Sesekali ke blackberry, sesekali ke Muna dan sesekali terbodoh dalam pikiran saya yang melompat ke sana ke mari. 
Malam semakin tinggi, dan akhirnya saya dituntun lagi ke sebuah meja yang telah ada bir dan tentu saja pulpy orange karena saya tidak mau menyambut tahun baru dengan alkohol. Pikiran saya terbang ke rumah dimana keluarga telah membuat acara sendiri dengan meriahnya. Mama dengan semena-mena menyiapkan 20 kilo ikan segar sebagai menyambut datangnya 2017. Saya tahu mama saya suka kalap untuk beberapa hal. 
Dalam riak orang-orang yang larut dalam perayaan saya merindu nenek. Yang sekarang mungkin sedang bahagia bersama suaminya di alam lain. Dalam nyaringnya bunyi terompet saya merindu diri saya yang seharusnya berada di antara orang-orang terkasih. Dalam remang lampu-lampu ungu, biru, hijau, merah dan jingga saya merindu teman-teman saya yang kebetulan merayakan tahun baru di berbagai belahan dunia. Dan di dalam teriakan lima, empat, tiga, dua, satu, saya menitikkan air mata pertama di 2017 dan menyesali betapa club ini bukanlah sebuah tempat yang layak untuk jiwa yang rapuh merayakan tahun baru. Saya menangis dalam diam yang berisik. Dan kekakuan itu pecah saat 'mereka’ yang mungkin mencintai saya menelepon dalam jarak yang bermil-mil. Mengucapkan selamat tahun baru untuk perempuan berbadan kecil yang tak tahu diri ini.
Orang-orang memulai tahun yang baru dalam buaian alkohol yang melenakan. Saya memulai tahun baru dengan keharuan yang menyebalkan. Dan dalam sesak yang tak bisa dinamai ini akhirnya saya memutuskan pulang. Membawa segenggam rindu pada rumah  yang jaraknya hanya 10 menit dari club yang menebar cahaya ungu, hijau, merah, jingga. 
Di perjalanan pulang saya menyadari bahwa meskipun tahun telah berganti, tapi ribuan kenangan yang tertinggal di tahun yang lama akan selalu mengganggu hingga waktu yang tak diprediksi.

Malam tahun baru hampir usai. Tapi saya yakin, kenangan yang berdesakan di hati ini tidak akan pernah selesai.