Rabu, 19 Oktober 2011

TUHAN AKU PENGEN PUNYA PACAR!!




Tuhan, aku pengen punya pacar!!!

“Kenapa?” tanya Tuhan tiba-tiba. Aku yang lagi bengong tiba-tiba sadar.
“Apa?” tanyaku.
“Kenapa kamu pengen punya pacar?” Tuhan bertanya lagi. Kali ini lebih lengkap.
“Kok?” aku yang sejak tadi cuma bengong tanpa ngomong apa-apa, agak kaget juga waktu Tuhan bertanya langsung nggak pake basa basi lagi. Yah, seperti biasanya, aku juga sudah tahu sih kalau Tuhan tahu pikiranku.

“Hueee… Tuhan langsung nembak gitu nanyanya, aku 'kan jadi malu.” Kataku ngeles.
Tuhan cuma tersenyum kecil.

“Iya, iya, kenapa ya?” aku mencari-cari alasan yang mungkin akan membuat Tuhan mengabulkan teriakan hatiku yang barusan terdengar olehNya.

“Karena…” aku mulai dengan nada sedatar-datarnya. “Karena, Tuhan bilang nggak baik kalau manusia sendirian, butuh penolong. Iya 'kan? Untuk bermultiplikasi. Hehehe…” Nggak yakin dengan jawabanku, aku menundukkan kepala, menyembunyikan senyumku, menggigit bibirku.

“Nyari jawaban yang alkitabiah ya?” Tuhan sok menebak-nebak.

Mukaku memerah. Aku tahu kalau Tuhan juga sudah tahu kenapa aku teriak pengen punya pacar di dalam hati. Aku pengen ada yang sayang-sayang, ada yang perhatiin, biar nggak kesepian, dan ada yang cariin terus. Hehe… bukannya begitu ya keinginan setiap cewek single yang lagi menanti pacar?

“Ngiri ya?” Tuhan nembak lagi.

“…” aku nggak jawab. Memang alasanku ini sangat logis dan wajar kalo aku ngiri lihat orang lain pada punya pacar. Teman-temanku selalu ada yang jemput kalau pulang dari mana-mana, selalu ada yang telepon kalau belum pulang atau belum makan (aduh, please deh…), terus, terus, ada yang bisa diajak pergi berdua aja biar romantis, terus, aduh, banyak deh…

“Kata temenku, nggak ada salahnya nyoba dulu, Tuhan. Lagian 'kan aku juga gak main-main kok… Aku 'kan nggak suka hubungan yang main-main. God juga tahu, 'kan?”

“Aku tahu. Aku tahu kamu, bahkan yang kamu nggak tahu tentang diri kamu.”
“God mau bilang kalau punya pacar itu harus dewasa dulu kan? Bukankah aku udah cukup dewasa, God?”

“Cia-Cia, kamu ingat? Waktu kamu jatuh cinta dulu, dari yang pertama kali, sampai yang terakhir kalinya beberapa bulan lalu.”

“Kyaaa… Tuhan apaaaal!”
“Kamu pasti inget 'kan? Waktu itu berkali-kali kamu terlalu mabuk sampai lupa sama Aku. Bahkan kamu menomorsatukan orang yang kamu cintai itu melebihi Aku. Kamu sendiri tahu kamu udah terhanyut sama orang-orang yang pernah kamu suka, bukan lagi terhanyut sama cintaKu.

“Tapi, God, perasaan cinta 'kan God yang kasih. Bukan aku yang mau sendiri kan?”
“Kamu tahu, kenapa banyak perkawinan yang hancur?”
“Karena udah gak cocok lagi? Karena mereka gak mencintai lagi?”
“Karena mereka nggak punya dasar cinta yang kuat. Makanya setelah beberapa lama perkawinan mereka nggak kuat lagi. Jadinya rusak.”

“Dasar yang kuat? Apa itu, Tuhan?”
CintaKu. Mereka yang mau mencintai pasangannya seperti dirinya sendiri harus punya hati yang penuh dengan cintaKu. Itu dasarnya.”

“Hmm… Orang nggak bisa memberi apa yang dia nggak punya.”
“Apa kamu udah penuh dengan cintaKu?”
“Aku…”

“Udah berapa kali kamu memenuhi hatimu dengan cinta manusia yang nggak kekal dan mengesampingkan cintaKu yang kekal?”

“Sering, Tuhan.”
“Apa kamu udah bisa meletakkan Aku di atas segala perasaan hatimu? Termasuk perasaan cintamu sama pacarmu?”

“Belum, God. Belum…”
“Kenapa kamu mau punya pacar?”
“Nafsu? Daging? Keinginan hati?”

Tuhan tersenyum hangat. TanganNya mengambil kedua tanganku.

“Cia-Cia,” kata Tuhan. “Aku udah berjanji untuk menjaga hatimu. Seperti yang kamu selalu minta. Dan aku menepatinya. Apa sekarang kamu mau Aku melanggar janjiKu sendiri?”

“Of course not, God… I want You to keep my heart so that it won’t be broken and fall in the wrong guy again.”

“You’ve said it, Cia-Cia. I’ve heard it. Now, can you let me keep My promise to you?”
“Yes God. Sekarang waktunya aku siapkan hatiku untuk Tuhan bentuk. Pada waktunya nanti, hatiku telah siap dan bentuknya jadi bagus lagi, baru aku bisa kasih ke orang itu, yang nantinya akan jadi suamiku. Iya kan, Tuhan?”
“Yup!”

“Seperti yang God bilang, God nggak mau hatiku rusak lagi. God nggak mau hatiku terbang lalu jatuh di tempat yang salah. Sementara aku mempersiapkan hatiku, mempersiapkan diriku, God yang jaga hatiku, sampai nanti aku siap.”

“Kamu mau menunggu sampai hatimu matang?”

“Ya, Tuhan. Aku tahu God akan penuhi janji God. I will be a lady before I meet my prince.”
You might also like:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar